PRIBADI HEBAT DAN PEMBIASAAN MEMANDIRIKAN ANAK SEJAK DINI
Selasa, 29 Januari 2013
PRIBADI HEBAT DAN PEMBIASAAN MEMANDIRIKAN ANAK SEJAK DINI
Oleh : I.Roselina
Zakia Fuad
Pada : Oktober
2012
“Hati-hatilah, jangan sampai engkau menganggap ayahmu bermanfaat untukmu
di akhirat kelak.”
(nasihat Hasan Al banna kepada Saiful Islam-putranya)
Pribadi hebat
bermula dari pembiasaan memandirikan anak sejak anak berusia 1 tahun. Jika kita
memiliki harapan agar kelak putra putri kita menjadi seorang yang mandiri dari
sisi apapun di masa depannya kelak, harus mulai kita biasakan sedari kecilnya. Ada
kisah istimewa dari seorang ibu yang istimewa. Beliau bercerita suatu kali
sebelum perayaan Idul Adha, putrinya yang baru menginjak usia 16 tahun
menyatakan akan berQurban kambing di tahun ini dengan uangnya sendiri, uang
yang ia peroleh dari hasil dagangnya. Di Singapore tempat ia menimba ilmu, door
to door tanpa malu ia menjajakan Alat
Peraga edukatif dan jajanan keripik. Dari hasil jerih payahnya itulah ia mampu
untuk membeli hewan qurban untuk tahun ini, sekali lagi, di usianya yang masih
baru 16 tahun. Cless...hati ibunya, terasa malu dan bangga terhadap putrinya.
Sekarang putrinya sudah mandiri karena pembiasaan yang sudah ia biasakan untuk
dapat mandiri sejak kecil. Cerita tersebut disampaikan ketika ibu istimewa
tersebut sedang memulai memaparkan
materi tentang Anak yang Mandiri di perkuliahan Institut Ibu Profesional.
Uhm, aku
terkagum mendengar cerita tersebut. Dan seketika itu juga aku jadi teringat
cerita dari seorang pakar keayahan yang menceritakan kisah hidupnya. Awalnya,hari-hari
dalam pernikahan beliau dipenuhi dengan berserakannya kaos kaki istrinya
dimana-mana, hampir di setiap sudut rumah. Bangun tidur, di atas ranjang ada
kaos kaki. Ketika sarapan, di bawah meja makan ada kaos kaki, di mana-mana ia
jumpai kaos kaki istrinya. Karena ingin memberi pelajaran kepada istrinya,
akhirnya seluruh kaos kaki istrinya dikumpulkan dan ditaruh di fresher almari
es. Tiba saatnya sang istri ingin menggunakan kaos kaki menjadi kebingungan
mencari-cari kaos kakinya kok tidak ada di mana-mana. Sang istripun akhirnya
bertanya kepada si suami apakah suaminya mengetahui dimana kaos kakinya. Sang
suamipun kembali balik tanya: “Lho memangnya Mama dah mencari dimana? Istrinya
menjawab: “Sudah dicari dimana-mana tapi tetap tidak ditemukan” Si Suami
menjawab sebagai bentuk sindiran untuk istrinya: “Lho, nyari kaos kaki kok
dimana-mana? Tempat kaos kaki kan hanya satu tempat,,begini mi,Papa berusaha
untuk memudahkan Mama dalam mencari kaos kaki, agar Mama tidak kebingungan juga
agar kaos kaki mama senantiasa fresh, maka semua kaos kaki mama, papa taruh di
fresher almari es. Baik kan papa?”
he...he.. cerita yang lucu penuh hikmah. Ternyata setelah diselidiki
suaminya, melalui pengakuan ibu mertuanya, mengapa sang istri berlaku demikian
karena kebiasaan ibu mertuanya yang teramat sangat memanjakan anaknya yang
sekarang menjadi istrinya. Semua hal keperluan si anak selalu ibu mertuanya
yang menyelesaikan, sehingga jadilah istrinya sekarang adalah istri yang tidak
mandiri karena terbiasa tidak diajarkan kemandirian sejak usia dini. Demikian dahsyatnya dampak dari kemandirian
seseorang. Bagaimana kemandirian itu mampu membuat seseorang menjadi seorang
sosok yang dahsyat di masa depannya. Dan bagaimana ketidakmandirian bisa
membuat seseorang menjadi seorang yang tidak disiplin dan tidak teratur
hidupnya.
MAKAN MANDIRI YANG NIKMAT
Subhanallah
hari Rabu ini, aku dapat pengingatan dan penguatan kembali untuk dapat
konsisten dalam memandirikan kedua putra kesayanganku. Mulai kususun ulang
rencana demi rencana dalam rangka memandirikan kedua putraku. Mulai kurutinkan
kembali makan mandiri untuk kedua putraku. Kusiapkan nasi lauk dan sayuran di
dua piring yang berbeda, satu untuk anak pertamaku dan satunya lagi untuk anak
keduaku. Jika sudah siap, kuberi aba-aba, ayo balapan siapa yang akan menang
duluan menghabiskan makan. “Ano papan (Ayo balapan)” begitu yang diucapkan
anakku memulai pertandingan makannya. Begitulah suasana yang biasa kubangun
untuk memotivasi anakku agar dapat mandiri dalam makan. Aku melihat di sela
rutinitasku menyiapkan keperluan sekolah mereka berdua, mereka sungguh
menikmati suasana itu. Alhamdulillah Ya Robb, Engkau amanahkan kepada kami 2
buah hati yang sudah mampu mandiri ketika makan. Teringat kembali ketikaku
diberi kesempatan oleh Allah berkunjung di sebuah YPAC di suatu kota. Di sana
aku dipertemukan dengan seorang ibu yang dianugerahi seorang putra berkebutuhan
khusus. Beliau bercerita bahwa putranya sejak kecil ada kelainan diorgan
mulutnya. Sehingga menyebabkan tidak dapat mengunyah makanan dengan sempurna.
Semua makanan yang masuk ke mulut putranya akan meleleh ke sudut kanan dan kiri
bibirnya. Begitu yang terjadi setiap hari. Betapa peristiwa tersebut memberi
kesan tersendiri di hatiku. Alangkah bersyukurnya aku masih diberi kemudahan
oleh Allah dengan dikarunia anak yang tidak harus tergantung selalu ketika
mereka harus makan. Alhamdulillah ya Robb.
MINUM SUSU
Berbeda lagi
ketika mereka merengek meminta susu. Maka saat itulah menjadi kesempatan bagiku
untuk melatih mereka menyiapkan minum sendiri.
Dalam hal mengambilkan susu sesuai takarannya tetap jadi
tanggungjawabku. Kalau tidak, wah bisa jadi rumahku menjadi lautan susu.
Berserak susu dimana saja nantinya. Maka aktivitas menakar susu tetap aku ambil
alih. Mereka berdua hanya belajar menuang air dari galon ke dalam tempat minum
mereka, kemudian belajar memasukkan sedotan ke dalam lubang tutup tempat minum
mereka, setelah itu menutupkan tutup tempat minum tersebut. Alhamdulillah
sekarang mereka berdua sudah cukup mahir melakukan hal tersebut. Pun ketika
harus menyiapkan bekal minum untuk dibawa sekolah kedua anakku, alhamdulillah
anak pertamaku sudah dengan senang hati membantuku memasukkan tempat minum
mereka ke begasi depan motorku. Sungguh hal itu membuatku takjub.
PAK KUMAN HARUS PERGI DARI GIGI
Lalu apakabar
dengan kemandirian dalam mandi dan gosok gigi? Alhamdulillah untuk kegiatan
menggosok gigi menjadi salah satu kegiatan favorit anakku ketika mandi. Ketika sikat
gigi sudah di tangan mereka, mereka segera mengambil pasta gigi sendiri dan
menaruhnya di sikat gigi yang mereka bawa. Setelah itu mulailah mereka menyikat
gigi-gigi mungil mereka. Meniru ketika kami menyikat gigi, mereka juga berlagak
memuntahkan busa-busa bekas sikat gigi dari mulut mereka ke lantai kamar mandi.
Kalau sudah bisa melakukan seperti itu seolah mereka bangga bisa melakukannya.
Padahal bagi kita, orang dewasa, hal tersebut hanyalah hal sepele yang biasa
kita lakukan ketika menyikat gigi. Setelah itu, untuk memberi aba-aba agar
mereka segera berkumur maka kukatakan : “Ayo, cchuuhh...” Maka segera mereka
berkumur dan menyemprotkan air sisa kumur ke lantai kamar mandi. Alhamdulillah,
pak kuman di gigi sudah pergi. Begitulah gambaran kegiatan sikat gigi mereka.
Semoga kebiasaan menyikat gigi sendiri ini menjadi awal mula bagi mereka dalam
meniti salah satu sunnah Rasulullah yaitu membersihkan gigi dan menjaga bau
mulut agar tetap harum.
SEPATU KUPAKAI SENDIRI
Membiasakan
anak untuk dapat memakai sepatu sendiri ternyata bukan perkara yang mudah.
Sebelum mereka berdua bisa mandiri memakai dan melepas sepatu, akulah yang
memakaikan dan melepaskan sepatu mereka berdua. Kemudian aku mencoba melatih
kemandirian mereka berdua dalam hal memakai dan melepas sepatu. Kumulai melatih
mereka untuk melepas sepatu sendiri. Dan kumulai dari melatih putra pertamaku.
Pertama kali kulatih ketika putra pertamaku akan melepas sepatunya sebelum ia
masuk kelas. Awalnya putraku dengan manja memintaku untuk membukakan sepatunya.
Melihat kondisi seperti itu akhirnya akupun memutar otak bagaimana agar anakku
tetap mau melepas sepatu sendiri. Kusampaikan kepada putraku jika nanti ia bisa
melepas sepatunya apakah nanti aku, umminya, akan jadi kaget tidak ya? Ternyata
dengan metode seperti itu, anakku jadi tertarik untuk melepas sepatunya
sendiri. Karena ia suka melihat aksen terkaget-kagetku. Senyumpun terangkai di
bibir mungilnya. Dengan metode yang sama, kupraktekkan ketika aku meminta kedua
putraku untuk memakai sepatu. Mereka kembali tertawa terbahak-bahak setiap
setelah selesai memakai sepatu karena mereka melihat umminya yang lucu sedang
terkaget-kaget. Alhamdulillah, kupanjatkan syukurku atas kemandirian yang Allah
karuniakan kepada kedua putraku. Berharapku semoga dengan kemandirian yang kami
biasakan semenjak kecil, bisa sebagai bekal bagi masa depan putra kami.
Alhamdulillah putra pertamaku yang sekarang berusia 4 tahun pada bulan agustus
kemarin sudah mandiri dalam hal makan, minum, memakai dan melepas sepatu, menggosok
gigi, melepas dan memakai celana. Alhamdulillah juga, putra keduaku yang baru
berusia 2 tahun bulan maret kemarin namun kemandiriannya dalam soal apapun
hampir sama dengan kemandirian kakaknya.
Kembali
kuterpekur dengan Pesan salah seorang Tokoh Pembaharu Islam kepada putra
tercintanya:
“Hati-hatilah, jangan sampai engkau menganggap ayahmu bermanfaat untukmu
di akhirat kelak.”
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)