MENGEMAS RINDU DALAM SEBUAH NAMA, Fakhri Musthofa Roif Az-Zuhdi

Rabu, 11 Maret 2009

Seri : Rindu Rasulullah_01
Oleh : I. Roselina ZF
Pada : Rabu, 11 Maret 2009 (Maulid Nabi Muhammad SAW 1430 H)


Laki-laki kecil itu lincah bermain, bersendau gurau dengan teman-teman sebayanya. Sesekali tangan mungilnya mengusap peluh yang membasahi dahinya. Pun teman-temannya, tak habis-habisnya mereka merekah tawa bahagia bermain bersamanya. Menarik juga ternyata memperhatikan sejenak tingkah polah bunga-bunga syurga di depan mata kita. Beberapa saat kemudian laki-laki kecil itu berlari ke arahku, diikuti teman-temannya. Laki-laki kecil itu memberi tempat duduk teman-temannya di bangku kosong samping tempat dudukku. Setelah semua temannya mendapat tempat duduk, baru kemudian dia duduk. Sungguh menarik pribadi kecil di sampingku ini. Akhirnya akupun tertarik untuk membuka pembicaraan dengan anak-anak kecil di sampingku itu. Kumulai melontarkan pertanyaan kepada laki-laki kecil yang sedari tadi menyita perhatianku itu. “Siapa namamu, panglima cilik?” tanyaku sambil tersenyum kepadanya. “Saya Fakhri Musthofa Roif Az-Zuhdi, Tante. Biasa dipanggil Fakhri” si laki-laki kecil itu menjawab.
Wah, panjang sekali namamu. Ada ceritanya tidak tu, kok bunda dan ayahmu kasih nama panjang sekali?” tanyaku penasaran. ”Oya, sebelumnya perkenalkan semuanya, nama Tante, Salsabila!” sapaku memperkenalkan diri kepada bunga-bunga syurga di depanku sambil menyalami tangan-tangan mungil mereka.
”Ya, Tante. Kata Bunda, nama Fakhri ada artinya. Jika dirangkai, Fakhri Musthofa Roif Az-zuhdi adalah rangkaian kata yang artinya kebanggaanku Musthofa yang pemurah dan zuhud kepada dunia. Musthofa itu salah satu julukan untuk Nabi Muhammad. Kata Bunda, biar Fakhri menjadikan Nabi Muhammad Al-Musthofa sebagai idolanya Fakhri. Bunda sering bercerita kepada Fakhri bahwa Nabi Muhammad memiliki sifat pemurah dan zuhud. Bunda ingin, Fakhri menjadi anak yang pemurah kepada semua orang. Jika kita pemurah kepada seluruh makhluk Allah, maka Allah akan pemurah kepada kita. Bunda juga ingin, agar Fakhri bisa meniru Nabi Muhammad yang zuhud, tidak seperti Qorun yang congkak dengan harta yang dimilikinya. Gitu, Tante.” jelas Fakhri bersemangat
Perbincangan demi perbincangan berlalu dan akhirnya mereka satu persatu berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing. Akupun pulang dengan selaksa pengalaman.
--==oOo==--
Kusandarkan badanku di dinding kamarku sembari kuselonjorkan kedua kakiku di lantai. Kuputar kembali memori perbincangan dengan si panglima cilik Fakhri. Betapa mengharukan sebentuk kerinduan umat Muhammad yang dituangkan dalam sederet nama untuk anaknya. Sebentuk kerinduan yang membawa harapan agar anak turunnya bisa mengambil teladan dari pribadi yang dirindu, Muhammad Al-Musthofa. Merindui dan membanggakannya.

Rindu kami padamu ya Rosul,
rindu tiada terperi.
Berapa jarak darimu ya Rosul,
serasa Dikau di sini.
Cinta ikhlasmu pada manusia,
bagai cahaya Syurga.
Dapatkah kami membalas cintamu,
secara bersahaja.

Indah nian sebentuk rindu bangga saling berbalasan. Pun Rosul membanggakan jumlah kita melalui hadits riwayat Ahmad yang berbunyi, “Menikahlah kamu dengan perempuan yang besar rasa cintanya lagi subur, karena aku akan membanggakan jumlah kamu yang banyak di hadapan para Nabi kelak pada hari kiamat“. Ya Rosul, semoga kami mampu membuatmu bangga dengan banyaknya keturunan kami dan juga kualitas iman kami. Ya Rosul, semoga rindu bangga kami padamu mampu membawa kami untuk beristiqomah meniti sunnahmu, sehingga kelak kami mampu bersanding denganmu di syurga meski sekilaspun kami belum pernah bertemu denganmu.
Kuteringat sebuah hadits riwayat Muslim, dari Abu Wa-il dari ‘Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sembari berkata: ‘wahai Rasulullah! Apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum padahal dia belum pernah (sama sekali) berjumpa dengan mereka?’. Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: “seseorang itu adalah bersama orang yang dia cintai”.
Juga sebuah kisah yang dituturkan oleh Al-Baghawi bahwa Tsauban adalah budak Rasulullah yang sangat cinta sekali pada beliau, tetapi sedikit kesabarannya. Suatu hari, saat Rasulullah menjumpainya, serta-merta raut wajahnya berubah. Rasulullah bertanya padanya, ''Mengapa rona wajahmu berubah?''. Kemudian dijawab olehnya, ''Saya tidak sakit, ya Rasulullah, kecuali hanya saya tidak dapat memandangmu. Saya merasa begitu sepi dan dicekam ketakutan yang luar biasa. Ketakutan dan kesepian itu baru hilang sampai saat saya berjumpa denganmu. Lalu saya ingat pada akhirat dan saya pun kembali diliputi oleh rasa takut kalau-kalau saya tidak dapat melihat engkau karena engkau diangkat dan dikumpulkan dengan para Nabi lainnya. Sedangkan saya, jika saya masuk surga mungkin saya tidak bisa tinggal dekat denganmu. Namun, jika tidak masuk surga, tentu saya tidak akan dapat memandangmu lagi selama-lamanya''. Setelah itu, turunlah sebuah ayat, yaitu dalam Surat An-Nisa Ayat 69, yang artinya, ''Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, orang-orang jujur, orang-orang mati syahid, dan orang-orang sholih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya“.
Itulah sepenggal cerita tentang harap dan rindu para sahabat kepada Rosulnya. Sebuah cinta yang tulus suci, yang tiada tendensi, dan kepentingan lain kecuali, ridha Allah.
Jabir Bin Samurah, Sahabat Rasulullah pernah berkata dalam sepenggal kisah ketika beliau sedang bersama manusia mulia Muhammad Al-Musthofa, ”Aku pernah melihat Al-Musthafa pada sebuah malam Langit cerah tanpa banyak awan. Ku pandangi wajah Rasulullah. Lalu mataku beralih menatap rembulan. Ternyata menurut penglihatanku, Beliau lebih cemerlang dibanding pendar rembulan”.
Allahumma sholli ‘ala Muhammad

Diposting oleh penulis putri di 16.08 0 komentar