Selasa, 29 Januari 2013
Ayahku, Kurindu
Oleh : I.Roselina Zakia Fuad
Pada : Selasa, 4 Oktober 2011
Edisi : Rindu di Keluargaku
Dalam sebuah
perjalanan menyusuri pantai utara
Berkereta di
tengah malam Surabaya – Jakarta
Kuteringat masa
indah di masa-masa kecilku
Kenangan bersama
ayah di kampung halaman
Sungguh indah,
terlalu manis untuk dilupakan
Sungguh Mesra,
meski beriring ketegangan
Suasana pengajian
petang
Seperempat malam
pertama
Riuh rendah suara
hafalan atau cemeti hukuman
Hening hanya
desahan kala epik dipaparkan
Lika-liku
perjuangan para pahlawan Islam
Yang gagah
perkasa
Di medan
perjuangan
Yang tak takut
mati
Untuk meraih
kemuliaan Islam
Ayah terimakasih, nanda haturkan kepadamu
Yang telah
mendidik dan membesarkanku bersama Ibu
Ayah engkaulah
guruku
Yang terbaik
sepanjang usiaku
Yang telah
membimbing masa kecilku
Meniti jalan
Tuhanku
Allah semoga kau
berkenan
Membalas segala
kebaikannya
Menerimanya dan
meridhoinya di hadirat-Mu
Kenangan bersama Ayah by Suara Persaudaraan
--==oOo==--
Ternyata sudah 7 tahun, Ayahku tercinta pergi
menghadap Ilahi Robbi. Kala itu aku sedang asyik duduk menikmati buku di
perpustakaan kampusku. Furi, sahabat terdekatku, mendatangiku dan mengajakku menuju
sekretariat Rohis Kampus, Akan ada kabar penting katanya. Hatikupun bertanya,
ada apa sebenarnya. Sampai tepat di depan pintu sekretariat Rohis kampus,
tiba-tiba dengan wajah yang sangat pilu,Sofia memintaku untuk bersabar atas apa
yang sedang terjadi. Akupun bertambah bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Dan
berita duka itupun akhirnya sampai di telingaku yang seketika melemaskan
seluruh persendian kakiku. Ayahku tercinta meninggal dunia pagi itu.. Setelah
beberapa lama dan dirasa cukup bagiku untuk mengangkat kembali kedua kakiku
yang tadinya lemas, akupun diantar Eka Deasy pulang menuju rumah. Selama
perjalanan itu aku tidak bisa berhenti menangis.
--==oOo==--
Ada cerita dari
adikku, di detik-detik terakhir ayah menghembuskan nafas terakhir. Hari itu hari Selasa, hari bagi Ummi untuk pengajian rutin. Seperti biasa,
dengan mengendarai vespa, ayahku mengantarkan Ummi ke tempat pengajian. Setelah
pulang, ayahku duduk di kursi belakang mesin jahit kesayangan Beliau sambil
menikmati sarapan berlauk tempe mendoan. Baru sebentar, kemudian Beliau segera
menuju tempat tidur Beliau untuk merebahkan diri. Melihat sarapan Ayahku masih
tersisa banyak, akhirnya adikku berinisiatif untuk menghabiskannya sebelum dia
berangkat ngampus. Di tengah adikku
menikmati sarapan, lirih terdengar Ayahku memanggil nama adikku dengan nada
yang tersesak di rongga. Dasar adikku, seperti biasa iapun tidak segera
menyambut seruan dari ayah. Baru setelah suara ayah terdengar demikan
kesusahan, baru kemudian adikku beranjak menghampiri ayahku. Dan adikku melihat
ayahku seperti kesulitan bernafas. Adikkupun segera memanggil Bulek, adik ibuku
yang kebetulan sedang menginap di rumahku..Tak berapa lama kemudian datang
kakak laki-lakiku bersama Ummi. Dengan segera ayahku dibawa ke sebuah rumah
sakit terdekat dari rumah. Segera ayahku dibawa ke ruang UGD ditemani kakak
laki-lakiku. Dan di ruang tersebut jugalah akhirnya ayah menghembuskan nafas
terakhir Beliau setelah ditalqin oleh
kakakku.
--==oOo==--
Dan semua
keluarga serasa tidak percaya atas apa yang sedang terjadi. Ayahku tampak
sangat sehat kala itu. Tak pernah nampak dari Beliau mengeluhkan satu
penyakitpun. Memang demikianlah Beliau, tidak pernah mau mengeluh akan sakit
yang sedang dideritanya. Sehingga tak seorangpun tahu Beliau sakit apa, sampai-sampai
Ummi pun tidak tahu sakit ayahku. Rumah
sakit tempat ayah meninggal mendeteksi bahwa Beliau terserang jantung di akhir
hayat Beliau.
--==oOo==--
Salahsatu yang
sangat membekas di pikiranku adalah kenangan terakhirku bersama Beliau. Ada
satu debat kecil di pagi itu sebelum aku bersiap menuju kampus. Debat tentang
keaktifanku di partai yang masih belum Beliau sepakati. Beliau menganggap bahwa aku terlalu mati-matian dengan partaiku. Akupun
mencoba berargumen bahwa partai hanya salahsatu sarana dakwah yang cukup
efektif untuk perluasan dan pertambahan basis massa penegak kebenaran. Seperti
biasa, debat kecil itupun berakhir dengan menggantung tanpa kata sepakat
diantara kami. Setelah itu akupun segera berpamitan, mengendarai ontelku menuju kampus. Dan pagi itu aku
tidak merasakan firasat apapun tentang ayah.
--==oOo==--
Ayahku sangat
banyak menginspirasi hidupku. Seperti kebiasaan kakekku dahulu, ayahku sangat
senang meringankan kesulitan orang-orang di sekitarnya. Dan sangat peka akan ketidakberesan
di sekitarnya. Ummi pernah bercerita, suatu kali ayah melalui salahsatu pintu
di rumah kami dan Beliau mendengar derit pintu tersebut ketika sedang dibuka
atau ditutup. Dengan sigap ayah segera membuat pelumas dari campuran minyak
tanah dan minyak jelantah dan segera
memberi pelumas kepada pintu tersebut. Dan akhirnya pintu tersebut tidak
meninggalkan bunyi lagi ketika dibuka atau ditutup.
--==oOo==--
Ada hal lain lagi
yang dapat kuambil pelajaran dari Beliau. Beliau adalah seorang yang sangat
penyabar jika harus menghadapi perbedaan. Ada perbedaan pendapat antara Beliau
dan Imam sholat di masjid dekat rumah kami. Namun Beliau lebih pada sikap
menahan emosi terhadap perbedaan yang ada daripada harus ngotot mempertahankan
apa yang Beliau yakini kebenarannya. Itulah Ayahku yang kini amat kurindu.
Lirih kusenandungkan kembali lirik nasyid Suara Persaudaraan yang berjudul
Kenangan Bersama Ayah
--==oOo==--
Ayah terimakasih, nanda haturkan kepadamu
Yang telah
mendidik dan membesarkanku bersama Ibu
Ayah engkaulah
guruku
Yang terbaik
sepanjang usiaku
Yang telah
membimbing masa kecilku
Meniti jalan
Tuhanku
Allah semoga kau
berkenan
Membalas segala
kebaikannya
Menerimanya dan
meridhoinya di hadirat-Mu
0
komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)