Bunga Syurgaku
Kamis, 10 Desember 2009
Oleh : I.Roselina Zakia Fuad
Pada : Ahad, 08 November 2009
” Ya Allah...masih 9 bulan kok mau sekolah, memang diajari apa nanti di sekolah?” satu dari sejumlah pertanyaan dari tetangga dan saudara menanggapi tentang Babyschool tempat putraku tersayang mengeksplorasi kemampuannya. Menempati sebuah lahan yang cukup strategis, tempat belajar yang nyaman untuk turut merangsang perkembangan kemampuan otak putraku tersayang. Alhamdulillah, berjalan 3 bulan sudah putraku bermain dan belajar di sana. Genap di usianya yang satu tahun ini, aku ingin sekedar menuliskan perkembangan dan kemampuan putraku setelah belajar dan bermain di sana.
Sekarang putraku sudah mau latihan rambatan. Padahal sebelumnya, ketika berusaha menuju ke suatu tempat beberapa centi tepat di samping tempat dia berdiri, dia lebih memilih menjangkau tempat tersebut dengan merangkak daripada rambatan. Kata orang dewasa, ”Cape dech...!!” atau bahasa gaul saat ini, "CPD...!!!". Aku hanya berdo’a, semoga rambatan demi rambatan putraku adalah pengingat bagiku bahwa ada banyak nikmat yang sedang Allah anugerahkan padaku. Bahwa putraku sehat tanpa cacat, bahwa putraku berkesempatan untuk dapat berjalan di atas kedua kakinya dimulai dengan rambatannya kali ini. Allaahummaj’al lanaa min ’ibaadikasy syaakiriin
Bermula dari keinginanku untuk mengulang materi gleendowmen yang sudah diajarkan di sekolah, maka aku dan suamiku membeli satu papan tulis bermagnet untuk permainan corat-coret. Sesampai di rumah sekali waktu aku tuliskan satu kata di papan tersebut kemudian kubaca bersama putraku. Senyum, itulah yang senantiasa dihadiahkan putraku setelah acara membaca itu kulakukan dengannya. Kulanjutkan dengan menggambarkan sebentuk gambar di papan tersebut beserta keterangan nama gambar tersebut di bawahnya, lagi-lagi, sambil sedikit berjingkak, ia-pun menghadiahiku senyuman lagi. Rupanya, putraku menikmati aktivitas tulis menulis tersebut. Dan di usia satu tahunnya ini, putraku sudah mau mencorat-coret sendiri di papan bermagnet itu, walaupun tidak jelas bentuk coretannya. Tapi cukup menakjubkan bagiku, karena sekarang ia sudah cukup terampil dalam memegang alat tulis di tangannya. Subhanallah...semoga kemampuan putraku mencorat-coret adalah awal kemauannya untuk menjadi penulis atau orang yang senantiasa mengikat ilmu dengan sebuah tulisan. Yang dengan demikian berarti ia turut menjaga peradaban agar tak punah, bagai membenihkan gagasan untuk ditelurkan sebelum akhirnya berkecambah seperti pohon kacang polong yang tumbuh terus-menerus hingga tak terbatas.
Ada satu foto menarik hasil jepretan suamiku ketika mengambil gambar putraku sedang membuka-buka Al Qur’an besar milik kami di rumah. Foto tersebut banyak menarik komentar dari facebooker ketika di-upload. Ada yang mengira itu rekayasa, tapi ada juga yang kemudian mengomentarinya dengan do’a. Aku tidak tahu, putraku bergaya seperti itu meniru siapa? Tapi memang seperti itulah putraku. Cukup antusias dengan buku. Dulu ketika masih awal ia bisa merangkak maju, aku membiasakan putraku dengan membukakan ia buku-buku kesenian SD kelas 1 dan 2 yang kumiliki. Karena banyak gambar di sana, maka itulah yang menarik putraku untuk membuka-bukanya bahkan kadang lebih sering menyobeknya. Dan sekarang, kami membelikan putraku buku bergambar yang tebal berbahan karton. Sekali lagi, sembari duduk dengan kaki kanannya menopang ke kaki kirinya, gaya khas yang selalu ia tunjukkan saat membaca buku kecilnya. Sambil mengeluarkan suara-suara dari mulutnya.
”Mam...mam..mam...!” pinta putraku merengek minta disuapi. Begitulah kebiasaan putraku ketika perutnya yang ndut kelaparan. Permainan apapun yang ada di hadapannya, seketika itu juga dia lepaskan dari genggaman tangannya dan bergegas menuju tempat aku duduk menikmati makanan. Untuk satu hal ini aku cukup bersyukur. Karena ini satu kemudahan dari Allah selain kemudahan yang lain. Dimana ada beberapa anak yang lain yang sulit sekali untuk dibujuk makan, putraku malah berlaku sebaliknya. Ketika ia lapar ia nyatakan dengan kata mam...mam...mam kemudian dia mendekatiku meminta untuk disuapi. Setelah itu ia kembali bermain dengan mainannya. Ketika makanan yang dimulutnya habis iapun kembali mendekatiku meminta untuk disuapi. Itulah putraku, menyenangkan ketika sedang menikmati makanan. Dan hal ini, sangat menggembirakan kedua gurunya di tempatnya belajar dan bermain. Pernah suatu ketika, putraku sudah menghabiskan 2 piring nasi beserta sayur, kemudian datang gurunya membawa sepiring nasi, putraku mengejar beliau dan meminta untuk disuapi lagi. Geli plus malu juga sebenarnya. Tapi aku selalu mencoba untuk mengambil positifnya saja, betapa senangnya dikaruniai putra yang mudah diajak makan.
Sambil menengadahkan tangan ke atas, putrakupun bergumam. Yaap... putraku sedang berdoa. Meniru gerakan anggota jamaah sholat di mushola dekat rumahku. Memang, sejak Romadhon, hampir sering kuajak putraku turut tarawih di mushola dekat rumah. Dari hasil pengamatannya, akhirnya ia dapat meniru gerakan orang yang sedang melantunkan doa sehabis sholat dilaksanakan. Terharu aku melihatnya. Betapa cepatnya seorang bocah menyerap dan meniru gerakan orang dewasa. Ku kembalikan syukurku kepada Dzat yang Menyempurnakan segala Ciptaan-Nya. Semoga kami dikaruniai kemampuan untuk mampu memberi tauladan kebaikan kepada putra kami serta mampu menjaga kedekatan kami pada Robb kami melalui doa-doa kami. Amin.
”Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”.(QS.Al Baqoroh : 128).
--==oOo==--
Rambatan
Sekarang putraku sudah mau latihan rambatan. Padahal sebelumnya, ketika berusaha menuju ke suatu tempat beberapa centi tepat di samping tempat dia berdiri, dia lebih memilih menjangkau tempat tersebut dengan merangkak daripada rambatan. Kata orang dewasa, ”Cape dech...!!” atau bahasa gaul saat ini, "CPD...!!!". Aku hanya berdo’a, semoga rambatan demi rambatan putraku adalah pengingat bagiku bahwa ada banyak nikmat yang sedang Allah anugerahkan padaku. Bahwa putraku sehat tanpa cacat, bahwa putraku berkesempatan untuk dapat berjalan di atas kedua kakinya dimulai dengan rambatannya kali ini. Allaahummaj’al lanaa min ’ibaadikasy syaakiriin
--==oOo==--
Mencorat-coret
Bermula dari keinginanku untuk mengulang materi gleendowmen yang sudah diajarkan di sekolah, maka aku dan suamiku membeli satu papan tulis bermagnet untuk permainan corat-coret. Sesampai di rumah sekali waktu aku tuliskan satu kata di papan tersebut kemudian kubaca bersama putraku. Senyum, itulah yang senantiasa dihadiahkan putraku setelah acara membaca itu kulakukan dengannya. Kulanjutkan dengan menggambarkan sebentuk gambar di papan tersebut beserta keterangan nama gambar tersebut di bawahnya, lagi-lagi, sambil sedikit berjingkak, ia-pun menghadiahiku senyuman lagi. Rupanya, putraku menikmati aktivitas tulis menulis tersebut. Dan di usia satu tahunnya ini, putraku sudah mau mencorat-coret sendiri di papan bermagnet itu, walaupun tidak jelas bentuk coretannya. Tapi cukup menakjubkan bagiku, karena sekarang ia sudah cukup terampil dalam memegang alat tulis di tangannya. Subhanallah...semoga kemampuan putraku mencorat-coret adalah awal kemauannya untuk menjadi penulis atau orang yang senantiasa mengikat ilmu dengan sebuah tulisan. Yang dengan demikian berarti ia turut menjaga peradaban agar tak punah, bagai membenihkan gagasan untuk ditelurkan sebelum akhirnya berkecambah seperti pohon kacang polong yang tumbuh terus-menerus hingga tak terbatas.
--==oOo==--
Bergaya membaca buku
Ada satu foto menarik hasil jepretan suamiku ketika mengambil gambar putraku sedang membuka-buka Al Qur’an besar milik kami di rumah. Foto tersebut banyak menarik komentar dari facebooker ketika di-upload. Ada yang mengira itu rekayasa, tapi ada juga yang kemudian mengomentarinya dengan do’a. Aku tidak tahu, putraku bergaya seperti itu meniru siapa? Tapi memang seperti itulah putraku. Cukup antusias dengan buku. Dulu ketika masih awal ia bisa merangkak maju, aku membiasakan putraku dengan membukakan ia buku-buku kesenian SD kelas 1 dan 2 yang kumiliki. Karena banyak gambar di sana, maka itulah yang menarik putraku untuk membuka-bukanya bahkan kadang lebih sering menyobeknya. Dan sekarang, kami membelikan putraku buku bergambar yang tebal berbahan karton. Sekali lagi, sembari duduk dengan kaki kanannya menopang ke kaki kirinya, gaya khas yang selalu ia tunjukkan saat membaca buku kecilnya. Sambil mengeluarkan suara-suara dari mulutnya.
--==oOo==--
Bisa menyatakan kemauannya kalau ia lapar
”Mam...mam..mam...!” pinta putraku merengek minta disuapi. Begitulah kebiasaan putraku ketika perutnya yang ndut kelaparan. Permainan apapun yang ada di hadapannya, seketika itu juga dia lepaskan dari genggaman tangannya dan bergegas menuju tempat aku duduk menikmati makanan. Untuk satu hal ini aku cukup bersyukur. Karena ini satu kemudahan dari Allah selain kemudahan yang lain. Dimana ada beberapa anak yang lain yang sulit sekali untuk dibujuk makan, putraku malah berlaku sebaliknya. Ketika ia lapar ia nyatakan dengan kata mam...mam...mam kemudian dia mendekatiku meminta untuk disuapi. Setelah itu ia kembali bermain dengan mainannya. Ketika makanan yang dimulutnya habis iapun kembali mendekatiku meminta untuk disuapi. Itulah putraku, menyenangkan ketika sedang menikmati makanan. Dan hal ini, sangat menggembirakan kedua gurunya di tempatnya belajar dan bermain. Pernah suatu ketika, putraku sudah menghabiskan 2 piring nasi beserta sayur, kemudian datang gurunya membawa sepiring nasi, putraku mengejar beliau dan meminta untuk disuapi lagi. Geli plus malu juga sebenarnya. Tapi aku selalu mencoba untuk mengambil positifnya saja, betapa senangnya dikaruniai putra yang mudah diajak makan.
--==oOo==--
Berdoa
Sambil menengadahkan tangan ke atas, putrakupun bergumam. Yaap... putraku sedang berdoa. Meniru gerakan anggota jamaah sholat di mushola dekat rumahku. Memang, sejak Romadhon, hampir sering kuajak putraku turut tarawih di mushola dekat rumah. Dari hasil pengamatannya, akhirnya ia dapat meniru gerakan orang yang sedang melantunkan doa sehabis sholat dilaksanakan. Terharu aku melihatnya. Betapa cepatnya seorang bocah menyerap dan meniru gerakan orang dewasa. Ku kembalikan syukurku kepada Dzat yang Menyempurnakan segala Ciptaan-Nya. Semoga kami dikaruniai kemampuan untuk mampu memberi tauladan kebaikan kepada putra kami serta mampu menjaga kedekatan kami pada Robb kami melalui doa-doa kami. Amin.
--==oOo==--
Rosulullah tercinta pernah menyampekan sabdanya : “Warisan bagi Allah 'Azza wajalla dari hambaNya yang beriman ialah puteranya yang beribadah kepada Allah sesudahnya” (HR. Ath-Thahawi).
”Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”.(QS.Al Baqoroh : 128).
TELAGA CINTA SANG GURU, MENGALIRKAN CITA DAN RINDU
Jumat, 29 Mei 2009
Oleh : I.Roselina Zakia Fuad
Pada : Sabtu, 2 Mei 2009
Hasan Al Banna pernah bertutur :
“Di dunia ini, dari banyaknya jumlah manusia, hanya sedikit saja dari mereka yang sadar,
dan dari yang sadar itu hanya sedikit saja yang ber-Islam,
dan dari sedikit yang ber-Islam, jauh lebih sedikit lagi yang berdakwah,
dari mereka yang berdakwah, jauh lebih sedikit lagi yang berjuang,
dari sedikit yang berjuang, jauh lebih sedikit yang bersabar,
dan dari sedikit yang bersabar itu, hanya sedikit saja dari mereka
yang sampai AKHIR PERJALANAN”.
Guruku....
Bermula dari akhir perjalananmu meniti hidup ini, kami baru mulai mengenang tapak-tapak cintamu. Ber-Islam-mu, berdakwahmu, berjuangmu dan segala bentuk kesabaranmu memiliki irama menghentak yang mampu menyadarkan setiap insan yang bermata hati untuk kembali memperbaiki cara ber-Islam, berdakwah, berjuang dan juga bersabar. Setiap episode hidup yang engkau miliki adalah kelembutan adanya. Hidupmu yang penuh dengan beragam cinta, mampu menghidupkanmu walau kini engkau telah menghadap-Nya.
Adalah engkau Ustadz Rahmat Abdullah, mengajariku banyak hal. Dari banyak hal yang kutahu tentangmu, paling tidak diriku belajar dua hal besar yakni bagaimana mampu bertahan dalam komunitas kebaikan hingga akhir hayatmu, dan bagaimana baiknya interaksimu dengan sesama.
Guruku....
Engkau buktikan cintamu kepada Rosul kita Muhammad SAW, benar-benar engkau titi jalan-jalan sunahnya. Kata adik kandungmu, semasa hidupmu, engkau tidak pernah lepas dari wudhu dan selalu mengiringi wudhumu dengan sholat sunah 2 rokaat. Engkau selalu menjaga kebersihan penampilanmu dan selalu tampak bersahaja. Di setiap sudut gang yang engkau lewati tidak pernah lepas engkau tebarkan salam. Ibunda engkau, begitu engkau muliakan. Berkasih engkau kepada sesama mukmin dan bertindak tegas kepada yang dholim. Engkau ingatkan aku kembali pada beberapa hadis Rosululloh yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah indah dan senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya”. (HR. Al-Baihaqi). Juga hadis lain yang berbunyi, “Seorang bertanya kepada Nabi SAW, ‘Islam yang bagaimana yang baik?’ Nabi SAW menjawab, ‘Membagi makanan (kepada fakir-miskin) dan memberi salam kepada yang dia kenal dan yang tidak dikenalnya’" (HR. Bukhari). Ada juga hadist lain yang berbunyi, “Seorang sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?’ Nabi SAW menjawab, ‘ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu’" (Mutafaq'alaih). Dan aku diingatkan juga bunyi satu hadist, “Orang yang berpegangan kepada sunahku pada saat umatku dilanda kerusakan maka pahalanya seperti seorang syahid” (HR. Ath-Thabrani). Engkau contohkan secara nyata kepada kami bagaimana menghidupkan hidup agar lebih hidup dengan kebiasaan-kebiasaan Islami.
Guruku....
Unik dan menarik salahsatu kebiasaanmu, engkau suka memberi bingkisan kepada rekanmu seperjuangan secara sembunyi-sembunyi. Engkau kenali detail kondisi-kondisi para rekanmu. Dengan bekal itu engkau mulai bantu ringankan kesulitan hidup para rekanmu itu. Padahal engkau juga dalam kondisi tidak berpunya. Pribadimu yang unik pulalah yang mampu merangkul teman-teman baru untuk belajar Islam bersamamu. Bersamamu ada anak tentara, ada pengusaha, ada intelektual muda, ada aktivis muda dan ada pula tukang tambal ban. Berkenalan dengan rekan-rekan seperjuanganmu dengan pengenalan sempurna adalah prinsipmu dalam menjaga untuk tetap berada dalam komunitas kebaikan. Akan ada saling kenal secara sempurna di sana. Akan ada saling berkaca di sana. Bukankah al Mu’minu mir’ah li akhihi ?
Guruku...
Ibarat mesin yang super, sungguh energi yang memutar gerak langkah dakwahmu berkapasitas Mega bahkan mungkin lebih. Engkau melakukan tabligh ilal Islam, mengkader pemuda Islam karena ada cita-cita tauris ilmu kepada para pemuda Islam di sana. Engkau melayani umat tanpa kenal lelah. Sedari sehabis subuh sampai pukul 8, engkau terima konsultasi permasalahan dari umat, pun ketika engkau berada di dalam mobilmu tetap engkau layani permintaan konsultasi dari umat. Cintamu pada umat itu pula yang melandasi langkahmu untuk menjadi anggota dewan. Duduk di parlemen demi memperjuangkan kepentingan umat. Memikirkan umat pulalah yang akhirnya memutihkan sebagian rambutmu.
Guruku...
Engkau lepaskan ikatan ketergantunganmu pada orang lain. Terutama kepada pihak asing. Engkau lebih bangga dengan jiwa-jiwa Islammu daripada bangga dengan emblem-emblem asing. Suatu ketika engkau pernah lebih senang disebut sebagai seorang yang berasal dari Jayakarta daripada disebut sebagai seorang keturunan Betawi dengan alasan karena nama Jayakarta diberikan oleh Ulama’ sedangkan nama Betawi yang berasal dari kata Batavia, yaitu nama pemberian Belanda, penjajah bangsa Indonesia. Engkau juga ajarkan kepada kami cara hidup mandiri secara ekonomi. Karena setiap muslim dituntut untuk Qodiirun ‘alal kasbi, mampu berpenghasilan sendiri. Sejak umur 11 tahun engkau sudah harus meneruskan usaha sablon ayahmu, sepeninggal ayahmu tercinta. Ketika SMP engkau sudah mulai mengajar di sebuah pondok pesantren. Mengajar les privat dan menjadi guru. Engkau bertutur, menjadi guru itu hartanya banyak karena seorang guru itu menyebarkan ilmu ke banyak orang. Dan setelah engkau mampu mandiri, engkau tidak lupa untuk melaksanakan kewajiban atas harta yang telah engkau peroleh. Tidak segan engkau keluarkan zakat ataupun infak darinya. Engkau biayai sendiri segala perjalanan dakwah yang engkau lakukan. Engkau laksanakan prinsip Adaaul waajibatil maaliyah, yaitu melaksanakan kewajiban terhadap harta. Wahai guruku yang kucinta, semoga perjalanan mendidik umat yang engkau jalani diliputi berkah.
Guruku...
Dari semua ilmu yang kuperoleh tentang ukhuwah, dari engkaulah aku dapat melihat secara nyata bentuk pengamalannya. “Tolonglah saudaramu, baik ia sebagai yang menzhalimi (maksudnya: kita menahannya dari berbuat zhalim) atau dizhalimi”. Ketika adik kandungmu pernah berbuat dzalim terhadap salah seorang warga kampung sekitar rumah tinggalmu, engkau ingatkan ia dengan penuh kesabaran. Engkau bersabar juga dalam mendoakan orang-orang terdekatmu di sujud sholat malammu yang panjang. “Sesungguhnya Engkau tahu, bahwa hati ini tlah terpadu, bersatu dalam naungan cinta-Mu...... Bersatu dalam ketaqwaan......” Karena doa ketika tidak saling bersama dan ketika berpisah itu mustajab. Bukti nyata ukhuwah lain yang membuktikan baiknya interaksimu terhadap sesama adalah engkau sangat tidak suka jika saudaramu seperjuangan dalam bahaya dan bersegera berbuat untuk menyelamatkan saudaramu dari bahaya. Tak henti, engkau senantiasa ingatkan teman-temanmu yang sama-sama terjun di parlemen tentang bahaya dunia. Engkau berani berkorban demi kebahagiaan saudaramu. Pernah suatu kali engkau belikan angkot kepada mantan driver pribadimu demi menghormati dan membahagiakannya. Engkau tempatkan cinta di atas semua aktivitas yang engkau jalani. Engkau hargai dan tempatkan orang lain secara seimbang. Ketika engkau jumpai dari teman seperjuanganmu butuh untuk di-ishlah, engkau sampaikan ishlah secara hemat dan tidak ada kesan menggurui.
Guruku...
Tak akan habis jika aku tuliskan semua kebaikanmu, insyaAllah dengan caraku, aku akan mencoba mengambil teladan darimu. Sepeninggalmu membekas kerinduan yang sangat dalam di hatiku. Kerinduan yang senantiasa hadir di setiap cita dan langkah hidupku.
“Di dunia ini, dari banyaknya jumlah manusia, hanya sedikit saja dari mereka yang sadar,
dan dari yang sadar itu hanya sedikit saja yang ber-Islam,
dan dari sedikit yang ber-Islam, jauh lebih sedikit lagi yang berdakwah,
dari mereka yang berdakwah, jauh lebih sedikit lagi yang berjuang,
dari sedikit yang berjuang, jauh lebih sedikit yang bersabar,
dan dari sedikit yang bersabar itu, hanya sedikit saja dari mereka
yang sampai AKHIR PERJALANAN”.
Guruku....
Bermula dari akhir perjalananmu meniti hidup ini, kami baru mulai mengenang tapak-tapak cintamu. Ber-Islam-mu, berdakwahmu, berjuangmu dan segala bentuk kesabaranmu memiliki irama menghentak yang mampu menyadarkan setiap insan yang bermata hati untuk kembali memperbaiki cara ber-Islam, berdakwah, berjuang dan juga bersabar. Setiap episode hidup yang engkau miliki adalah kelembutan adanya. Hidupmu yang penuh dengan beragam cinta, mampu menghidupkanmu walau kini engkau telah menghadap-Nya.
Adalah engkau Ustadz Rahmat Abdullah, mengajariku banyak hal. Dari banyak hal yang kutahu tentangmu, paling tidak diriku belajar dua hal besar yakni bagaimana mampu bertahan dalam komunitas kebaikan hingga akhir hayatmu, dan bagaimana baiknya interaksimu dengan sesama.
Guruku....
Engkau buktikan cintamu kepada Rosul kita Muhammad SAW, benar-benar engkau titi jalan-jalan sunahnya. Kata adik kandungmu, semasa hidupmu, engkau tidak pernah lepas dari wudhu dan selalu mengiringi wudhumu dengan sholat sunah 2 rokaat. Engkau selalu menjaga kebersihan penampilanmu dan selalu tampak bersahaja. Di setiap sudut gang yang engkau lewati tidak pernah lepas engkau tebarkan salam. Ibunda engkau, begitu engkau muliakan. Berkasih engkau kepada sesama mukmin dan bertindak tegas kepada yang dholim. Engkau ingatkan aku kembali pada beberapa hadis Rosululloh yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah indah dan senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya”. (HR. Al-Baihaqi). Juga hadis lain yang berbunyi, “Seorang bertanya kepada Nabi SAW, ‘Islam yang bagaimana yang baik?’ Nabi SAW menjawab, ‘Membagi makanan (kepada fakir-miskin) dan memberi salam kepada yang dia kenal dan yang tidak dikenalnya’" (HR. Bukhari). Ada juga hadist lain yang berbunyi, “Seorang sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?’ Nabi SAW menjawab, ‘ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu’" (Mutafaq'alaih). Dan aku diingatkan juga bunyi satu hadist, “Orang yang berpegangan kepada sunahku pada saat umatku dilanda kerusakan maka pahalanya seperti seorang syahid” (HR. Ath-Thabrani). Engkau contohkan secara nyata kepada kami bagaimana menghidupkan hidup agar lebih hidup dengan kebiasaan-kebiasaan Islami.
Guruku....
Unik dan menarik salahsatu kebiasaanmu, engkau suka memberi bingkisan kepada rekanmu seperjuangan secara sembunyi-sembunyi. Engkau kenali detail kondisi-kondisi para rekanmu. Dengan bekal itu engkau mulai bantu ringankan kesulitan hidup para rekanmu itu. Padahal engkau juga dalam kondisi tidak berpunya. Pribadimu yang unik pulalah yang mampu merangkul teman-teman baru untuk belajar Islam bersamamu. Bersamamu ada anak tentara, ada pengusaha, ada intelektual muda, ada aktivis muda dan ada pula tukang tambal ban. Berkenalan dengan rekan-rekan seperjuanganmu dengan pengenalan sempurna adalah prinsipmu dalam menjaga untuk tetap berada dalam komunitas kebaikan. Akan ada saling kenal secara sempurna di sana. Akan ada saling berkaca di sana. Bukankah al Mu’minu mir’ah li akhihi ?
Guruku...
Ibarat mesin yang super, sungguh energi yang memutar gerak langkah dakwahmu berkapasitas Mega bahkan mungkin lebih. Engkau melakukan tabligh ilal Islam, mengkader pemuda Islam karena ada cita-cita tauris ilmu kepada para pemuda Islam di sana. Engkau melayani umat tanpa kenal lelah. Sedari sehabis subuh sampai pukul 8, engkau terima konsultasi permasalahan dari umat, pun ketika engkau berada di dalam mobilmu tetap engkau layani permintaan konsultasi dari umat. Cintamu pada umat itu pula yang melandasi langkahmu untuk menjadi anggota dewan. Duduk di parlemen demi memperjuangkan kepentingan umat. Memikirkan umat pulalah yang akhirnya memutihkan sebagian rambutmu.
Guruku...
Engkau lepaskan ikatan ketergantunganmu pada orang lain. Terutama kepada pihak asing. Engkau lebih bangga dengan jiwa-jiwa Islammu daripada bangga dengan emblem-emblem asing. Suatu ketika engkau pernah lebih senang disebut sebagai seorang yang berasal dari Jayakarta daripada disebut sebagai seorang keturunan Betawi dengan alasan karena nama Jayakarta diberikan oleh Ulama’ sedangkan nama Betawi yang berasal dari kata Batavia, yaitu nama pemberian Belanda, penjajah bangsa Indonesia. Engkau juga ajarkan kepada kami cara hidup mandiri secara ekonomi. Karena setiap muslim dituntut untuk Qodiirun ‘alal kasbi, mampu berpenghasilan sendiri. Sejak umur 11 tahun engkau sudah harus meneruskan usaha sablon ayahmu, sepeninggal ayahmu tercinta. Ketika SMP engkau sudah mulai mengajar di sebuah pondok pesantren. Mengajar les privat dan menjadi guru. Engkau bertutur, menjadi guru itu hartanya banyak karena seorang guru itu menyebarkan ilmu ke banyak orang. Dan setelah engkau mampu mandiri, engkau tidak lupa untuk melaksanakan kewajiban atas harta yang telah engkau peroleh. Tidak segan engkau keluarkan zakat ataupun infak darinya. Engkau biayai sendiri segala perjalanan dakwah yang engkau lakukan. Engkau laksanakan prinsip Adaaul waajibatil maaliyah, yaitu melaksanakan kewajiban terhadap harta. Wahai guruku yang kucinta, semoga perjalanan mendidik umat yang engkau jalani diliputi berkah.
Guruku...
Dari semua ilmu yang kuperoleh tentang ukhuwah, dari engkaulah aku dapat melihat secara nyata bentuk pengamalannya. “Tolonglah saudaramu, baik ia sebagai yang menzhalimi (maksudnya: kita menahannya dari berbuat zhalim) atau dizhalimi”. Ketika adik kandungmu pernah berbuat dzalim terhadap salah seorang warga kampung sekitar rumah tinggalmu, engkau ingatkan ia dengan penuh kesabaran. Engkau bersabar juga dalam mendoakan orang-orang terdekatmu di sujud sholat malammu yang panjang. “Sesungguhnya Engkau tahu, bahwa hati ini tlah terpadu, bersatu dalam naungan cinta-Mu...... Bersatu dalam ketaqwaan......” Karena doa ketika tidak saling bersama dan ketika berpisah itu mustajab. Bukti nyata ukhuwah lain yang membuktikan baiknya interaksimu terhadap sesama adalah engkau sangat tidak suka jika saudaramu seperjuangan dalam bahaya dan bersegera berbuat untuk menyelamatkan saudaramu dari bahaya. Tak henti, engkau senantiasa ingatkan teman-temanmu yang sama-sama terjun di parlemen tentang bahaya dunia. Engkau berani berkorban demi kebahagiaan saudaramu. Pernah suatu kali engkau belikan angkot kepada mantan driver pribadimu demi menghormati dan membahagiakannya. Engkau tempatkan cinta di atas semua aktivitas yang engkau jalani. Engkau hargai dan tempatkan orang lain secara seimbang. Ketika engkau jumpai dari teman seperjuanganmu butuh untuk di-ishlah, engkau sampaikan ishlah secara hemat dan tidak ada kesan menggurui.
Guruku...
Tak akan habis jika aku tuliskan semua kebaikanmu, insyaAllah dengan caraku, aku akan mencoba mengambil teladan darimu. Sepeninggalmu membekas kerinduan yang sangat dalam di hatiku. Kerinduan yang senantiasa hadir di setiap cita dan langkah hidupku.
Yang lebih perlu kita khawatirkan adalah........
Rabu, 29 April 2009
Oleh : I. Roselina Z
Pada : April 2009
Dulu, sebelum Rijal menikah, membayangkan memperoleh gaji sebesar yang Rijal peroleh sekarang adalah karunia besar. Sangat cukup bahkan berlebih untuk membeli apapun. Tapi, sekarang ternyata menjadi berbeda. Gaji Rijal sekarang terasa tidak dapat mencukupi secara cukup untuk kehidupan Rijal dan istri. Kebiasaan rutin di akhir bulan, hati menjadi ketir-ketir ketika melihat uang gaji semakin menipis. Meski sudah dilakukan pengalokasian dana untuk masing-masing kebutuhan di dalam rumah, tetap saja ada pembengkakan pengeluaran.
Ketika sebelum tidur, Rijal sering diskusi dengan istri tentang hal tersebut di atas. Apakah kehidupan rumah tangga terlalu boros? Bagian-bagian pengeluaran mana yang perlu sedikit ditekan agar tidak membengkak? Tapi selalu saja tidak mereka temukan pemborosan di sana. Semua pengeluaran masih dalam hitungan wajar. Pengeluaran membengkak adalah pada bea transportasi bulanan pulang balik mudik mereka. Dua bulan berjalan dan hati Rijal masih selalu terhinggapi kekhawatiran setiap berada di akhir bulan. Cukupkah gaji bulan ini ?
Hingga suatu saat Rijal disadarkan oleh istri. Mengapa setiap akhir bulan, muncul kerut kekhawatiran di pening Rijal ? Padahal saat itu, mereka berdua juga bukan dalam posisi benar-benar pailit atau tidak ada uang sama sekali. Masih ada beberapa helai uang di tangan mereka. Mengapa hati Rijal selalu khawatir jika uang yang tersisa tidak cukup ?
Pernah mendengar kisah perbincangan antara Fatimah bin Muhammad SAW dengan suaminya, Ali bin Abu Tholib? Pun hampir sama kondisinya dengan mereka kala itu. Keluarga Ali sedang dalam kondisi ekonomi yang mepet bahkan uang di tangan sudah tidak ada. Kekhawatiran menggelanyuti hati suami dari putri Rosulullah tersebut. Dalam kondisi gundah seperti itu, keluarlah untaian kata indah dari sang istri : ” Kita tidak perlu khawatir dengan habisnya uang di tangan kita, yang perlu kita khawatirkan adalah justru uang yang tersisa di tangan kita, akankah uang tersebut akan mampu kita gunakan secara shohih dan berkah atau malah sebaliknya. Itu yang perlu kita khawatirkan, bagaimana pemanfaatannya.”
Rijalpun akhirnya tersadar, bukankah harta kita akan dimintai pertanggungjawaban dari mana kita dapatkan dan bagaimana kita memanfaatkannya? Mereka berharap semoga mampu menjadi orang yang amanah dengan titipan harta yang Allah SWT titipkan pada mereka. Allah SWT mengingatkan dalam ayat-ayat cinta-Nya : “Jangan kamu berikan harta-harta kamu kepada orang-orang bodoh yaitu apa yang telah Allah jadikan dengan harta itu suatu urusan menjadi tegak” . Rosul pun mewasiatkan : “Sebaik-baik harta adalah harta yang mengalir di tangan orang sholih” . Tidak hanya untuk mereka, semoga harta titipan Allah kepada mereka tersebut mampu pula memberikan kemanfaatan sosial bagi sekitar mereka. Terngiang dalam ingatan akan taujih Rosulullah ketika Beliau dan para sahabat sampai pada fase mihwar daulah, Beliau berpesan kepada para sahabat tercinta kala itu : “Tebarkan salam, beri makan, sambung silaturrahmi, shalat malam”. Traktir teman dan merenda silaturrahmi adalah kemanfaatan sosial dan hal tersebut tidak mampu terwujud dengan maksimal tanpa uang.
Yang Rijal rasakan menjadi kepala keluarga adalah amanah teramat besar bagi Rijal. Di sana, Rijal harus cepat belajar dan terus belajar.
Ketika sebelum tidur, Rijal sering diskusi dengan istri tentang hal tersebut di atas. Apakah kehidupan rumah tangga terlalu boros? Bagian-bagian pengeluaran mana yang perlu sedikit ditekan agar tidak membengkak? Tapi selalu saja tidak mereka temukan pemborosan di sana. Semua pengeluaran masih dalam hitungan wajar. Pengeluaran membengkak adalah pada bea transportasi bulanan pulang balik mudik mereka. Dua bulan berjalan dan hati Rijal masih selalu terhinggapi kekhawatiran setiap berada di akhir bulan. Cukupkah gaji bulan ini ?
Hingga suatu saat Rijal disadarkan oleh istri. Mengapa setiap akhir bulan, muncul kerut kekhawatiran di pening Rijal ? Padahal saat itu, mereka berdua juga bukan dalam posisi benar-benar pailit atau tidak ada uang sama sekali. Masih ada beberapa helai uang di tangan mereka. Mengapa hati Rijal selalu khawatir jika uang yang tersisa tidak cukup ?
Pernah mendengar kisah perbincangan antara Fatimah bin Muhammad SAW dengan suaminya, Ali bin Abu Tholib? Pun hampir sama kondisinya dengan mereka kala itu. Keluarga Ali sedang dalam kondisi ekonomi yang mepet bahkan uang di tangan sudah tidak ada. Kekhawatiran menggelanyuti hati suami dari putri Rosulullah tersebut. Dalam kondisi gundah seperti itu, keluarlah untaian kata indah dari sang istri : ” Kita tidak perlu khawatir dengan habisnya uang di tangan kita, yang perlu kita khawatirkan adalah justru uang yang tersisa di tangan kita, akankah uang tersebut akan mampu kita gunakan secara shohih dan berkah atau malah sebaliknya. Itu yang perlu kita khawatirkan, bagaimana pemanfaatannya.”
Rijalpun akhirnya tersadar, bukankah harta kita akan dimintai pertanggungjawaban dari mana kita dapatkan dan bagaimana kita memanfaatkannya? Mereka berharap semoga mampu menjadi orang yang amanah dengan titipan harta yang Allah SWT titipkan pada mereka. Allah SWT mengingatkan dalam ayat-ayat cinta-Nya : “Jangan kamu berikan harta-harta kamu kepada orang-orang bodoh yaitu apa yang telah Allah jadikan dengan harta itu suatu urusan menjadi tegak” . Rosul pun mewasiatkan : “Sebaik-baik harta adalah harta yang mengalir di tangan orang sholih” . Tidak hanya untuk mereka, semoga harta titipan Allah kepada mereka tersebut mampu pula memberikan kemanfaatan sosial bagi sekitar mereka. Terngiang dalam ingatan akan taujih Rosulullah ketika Beliau dan para sahabat sampai pada fase mihwar daulah, Beliau berpesan kepada para sahabat tercinta kala itu : “Tebarkan salam, beri makan, sambung silaturrahmi, shalat malam”. Traktir teman dan merenda silaturrahmi adalah kemanfaatan sosial dan hal tersebut tidak mampu terwujud dengan maksimal tanpa uang.
Yang Rijal rasakan menjadi kepala keluarga adalah amanah teramat besar bagi Rijal. Di sana, Rijal harus cepat belajar dan terus belajar.
MENGEMAS RINDU DALAM SEBUAH NAMA, Fakhri Musthofa Roif Az-Zuhdi
Rabu, 11 Maret 2009
Seri : Rindu Rasulullah_01
Oleh : I. Roselina ZF
Pada : Rabu, 11 Maret 2009 (Maulid Nabi Muhammad SAW 1430 H)
Laki-laki kecil itu lincah bermain, bersendau gurau dengan teman-teman sebayanya. Sesekali tangan mungilnya mengusap peluh yang membasahi dahinya. Pun teman-temannya, tak habis-habisnya mereka merekah tawa bahagia bermain bersamanya. Menarik juga ternyata memperhatikan sejenak tingkah polah bunga-bunga syurga di depan mata kita. Beberapa saat kemudian laki-laki kecil itu berlari ke arahku, diikuti teman-temannya. Laki-laki kecil itu memberi tempat duduk teman-temannya di bangku kosong samping tempat dudukku. Setelah semua temannya mendapat tempat duduk, baru kemudian dia duduk. Sungguh menarik pribadi kecil di sampingku ini. Akhirnya akupun tertarik untuk membuka pembicaraan dengan anak-anak kecil di sampingku itu. Kumulai melontarkan pertanyaan kepada laki-laki kecil yang sedari tadi menyita perhatianku itu. “Siapa namamu, panglima cilik?” tanyaku sambil tersenyum kepadanya. “Saya Fakhri Musthofa Roif Az-Zuhdi, Tante. Biasa dipanggil Fakhri” si laki-laki kecil itu menjawab.
“Wah, panjang sekali namamu. Ada ceritanya tidak tu, kok bunda dan ayahmu kasih nama panjang sekali?” tanyaku penasaran. ”Oya, sebelumnya perkenalkan semuanya, nama Tante, Salsabila!” sapaku memperkenalkan diri kepada bunga-bunga syurga di depanku sambil menyalami tangan-tangan mungil mereka.
”Ya, Tante. Kata Bunda, nama Fakhri ada artinya. Jika dirangkai, Fakhri Musthofa Roif Az-zuhdi adalah rangkaian kata yang artinya kebanggaanku Musthofa yang pemurah dan zuhud kepada dunia. Musthofa itu salah satu julukan untuk Nabi Muhammad. Kata Bunda, biar Fakhri menjadikan Nabi Muhammad Al-Musthofa sebagai idolanya Fakhri. Bunda sering bercerita kepada Fakhri bahwa Nabi Muhammad memiliki sifat pemurah dan zuhud. Bunda ingin, Fakhri menjadi anak yang pemurah kepada semua orang. Jika kita pemurah kepada seluruh makhluk Allah, maka Allah akan pemurah kepada kita. Bunda juga ingin, agar Fakhri bisa meniru Nabi Muhammad yang zuhud, tidak seperti Qorun yang congkak dengan harta yang dimilikinya. Gitu, Tante.” jelas Fakhri bersemangat
Perbincangan demi perbincangan berlalu dan akhirnya mereka satu persatu berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing. Akupun pulang dengan selaksa pengalaman.
--==oOo==--
Kusandarkan badanku di dinding kamarku sembari kuselonjorkan kedua kakiku di lantai. Kuputar kembali memori perbincangan dengan si panglima cilik Fakhri. Betapa mengharukan sebentuk kerinduan umat Muhammad yang dituangkan dalam sederet nama untuk anaknya. Sebentuk kerinduan yang membawa harapan agar anak turunnya bisa mengambil teladan dari pribadi yang dirindu, Muhammad Al-Musthofa. Merindui dan membanggakannya.
Rindu kami padamu ya Rosul,
rindu tiada terperi.
Berapa jarak darimu ya Rosul,
serasa Dikau di sini.
Cinta ikhlasmu pada manusia,
bagai cahaya Syurga.
Dapatkah kami membalas cintamu,
secara bersahaja.
“Wah, panjang sekali namamu. Ada ceritanya tidak tu, kok bunda dan ayahmu kasih nama panjang sekali?” tanyaku penasaran. ”Oya, sebelumnya perkenalkan semuanya, nama Tante, Salsabila!” sapaku memperkenalkan diri kepada bunga-bunga syurga di depanku sambil menyalami tangan-tangan mungil mereka.
”Ya, Tante. Kata Bunda, nama Fakhri ada artinya. Jika dirangkai, Fakhri Musthofa Roif Az-zuhdi adalah rangkaian kata yang artinya kebanggaanku Musthofa yang pemurah dan zuhud kepada dunia. Musthofa itu salah satu julukan untuk Nabi Muhammad. Kata Bunda, biar Fakhri menjadikan Nabi Muhammad Al-Musthofa sebagai idolanya Fakhri. Bunda sering bercerita kepada Fakhri bahwa Nabi Muhammad memiliki sifat pemurah dan zuhud. Bunda ingin, Fakhri menjadi anak yang pemurah kepada semua orang. Jika kita pemurah kepada seluruh makhluk Allah, maka Allah akan pemurah kepada kita. Bunda juga ingin, agar Fakhri bisa meniru Nabi Muhammad yang zuhud, tidak seperti Qorun yang congkak dengan harta yang dimilikinya. Gitu, Tante.” jelas Fakhri bersemangat
Perbincangan demi perbincangan berlalu dan akhirnya mereka satu persatu berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing. Akupun pulang dengan selaksa pengalaman.
--==oOo==--
Kusandarkan badanku di dinding kamarku sembari kuselonjorkan kedua kakiku di lantai. Kuputar kembali memori perbincangan dengan si panglima cilik Fakhri. Betapa mengharukan sebentuk kerinduan umat Muhammad yang dituangkan dalam sederet nama untuk anaknya. Sebentuk kerinduan yang membawa harapan agar anak turunnya bisa mengambil teladan dari pribadi yang dirindu, Muhammad Al-Musthofa. Merindui dan membanggakannya.
Rindu kami padamu ya Rosul,
rindu tiada terperi.
Berapa jarak darimu ya Rosul,
serasa Dikau di sini.
Cinta ikhlasmu pada manusia,
bagai cahaya Syurga.
Dapatkah kami membalas cintamu,
secara bersahaja.
Indah nian sebentuk rindu bangga saling berbalasan. Pun Rosul membanggakan jumlah kita melalui hadits riwayat Ahmad yang berbunyi, “Menikahlah kamu dengan perempuan yang besar rasa cintanya lagi subur, karena aku akan membanggakan jumlah kamu yang banyak di hadapan para Nabi kelak pada hari kiamat“. Ya Rosul, semoga kami mampu membuatmu bangga dengan banyaknya keturunan kami dan juga kualitas iman kami. Ya Rosul, semoga rindu bangga kami padamu mampu membawa kami untuk beristiqomah meniti sunnahmu, sehingga kelak kami mampu bersanding denganmu di syurga meski sekilaspun kami belum pernah bertemu denganmu.
Kuteringat sebuah hadits riwayat Muslim, dari Abu Wa-il dari ‘Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sembari berkata: ‘wahai Rasulullah! Apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum padahal dia belum pernah (sama sekali) berjumpa dengan mereka?’. Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: “seseorang itu adalah bersama orang yang dia cintai”.
Juga sebuah kisah yang dituturkan oleh Al-Baghawi bahwa Tsauban adalah budak Rasulullah yang sangat cinta sekali pada beliau, tetapi sedikit kesabarannya. Suatu hari, saat Rasulullah menjumpainya, serta-merta raut wajahnya berubah. Rasulullah bertanya padanya, ''Mengapa rona wajahmu berubah?''. Kemudian dijawab olehnya, ''Saya tidak sakit, ya Rasulullah, kecuali hanya saya tidak dapat memandangmu. Saya merasa begitu sepi dan dicekam ketakutan yang luar biasa. Ketakutan dan kesepian itu baru hilang sampai saat saya berjumpa denganmu. Lalu saya ingat pada akhirat dan saya pun kembali diliputi oleh rasa takut kalau-kalau saya tidak dapat melihat engkau karena engkau diangkat dan dikumpulkan dengan para Nabi lainnya. Sedangkan saya, jika saya masuk surga mungkin saya tidak bisa tinggal dekat denganmu. Namun, jika tidak masuk surga, tentu saya tidak akan dapat memandangmu lagi selama-lamanya''. Setelah itu, turunlah sebuah ayat, yaitu dalam Surat An-Nisa Ayat 69, yang artinya, ''Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, orang-orang jujur, orang-orang mati syahid, dan orang-orang sholih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya“.
Itulah sepenggal cerita tentang harap dan rindu para sahabat kepada Rosulnya. Sebuah cinta yang tulus suci, yang tiada tendensi, dan kepentingan lain kecuali, ridha Allah.
Jabir Bin Samurah, Sahabat Rasulullah pernah berkata dalam sepenggal kisah ketika beliau sedang bersama manusia mulia Muhammad Al-Musthofa, ”Aku pernah melihat Al-Musthafa pada sebuah malam Langit cerah tanpa banyak awan. Ku pandangi wajah Rasulullah. Lalu mataku beralih menatap rembulan. Ternyata menurut penglihatanku, Beliau lebih cemerlang dibanding pendar rembulan”.
Kuteringat sebuah hadits riwayat Muslim, dari Abu Wa-il dari ‘Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sembari berkata: ‘wahai Rasulullah! Apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum padahal dia belum pernah (sama sekali) berjumpa dengan mereka?’. Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: “seseorang itu adalah bersama orang yang dia cintai”.
Juga sebuah kisah yang dituturkan oleh Al-Baghawi bahwa Tsauban adalah budak Rasulullah yang sangat cinta sekali pada beliau, tetapi sedikit kesabarannya. Suatu hari, saat Rasulullah menjumpainya, serta-merta raut wajahnya berubah. Rasulullah bertanya padanya, ''Mengapa rona wajahmu berubah?''. Kemudian dijawab olehnya, ''Saya tidak sakit, ya Rasulullah, kecuali hanya saya tidak dapat memandangmu. Saya merasa begitu sepi dan dicekam ketakutan yang luar biasa. Ketakutan dan kesepian itu baru hilang sampai saat saya berjumpa denganmu. Lalu saya ingat pada akhirat dan saya pun kembali diliputi oleh rasa takut kalau-kalau saya tidak dapat melihat engkau karena engkau diangkat dan dikumpulkan dengan para Nabi lainnya. Sedangkan saya, jika saya masuk surga mungkin saya tidak bisa tinggal dekat denganmu. Namun, jika tidak masuk surga, tentu saya tidak akan dapat memandangmu lagi selama-lamanya''. Setelah itu, turunlah sebuah ayat, yaitu dalam Surat An-Nisa Ayat 69, yang artinya, ''Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, orang-orang jujur, orang-orang mati syahid, dan orang-orang sholih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya“.
Itulah sepenggal cerita tentang harap dan rindu para sahabat kepada Rosulnya. Sebuah cinta yang tulus suci, yang tiada tendensi, dan kepentingan lain kecuali, ridha Allah.
Jabir Bin Samurah, Sahabat Rasulullah pernah berkata dalam sepenggal kisah ketika beliau sedang bersama manusia mulia Muhammad Al-Musthofa, ”Aku pernah melihat Al-Musthafa pada sebuah malam Langit cerah tanpa banyak awan. Ku pandangi wajah Rasulullah. Lalu mataku beralih menatap rembulan. Ternyata menurut penglihatanku, Beliau lebih cemerlang dibanding pendar rembulan”.
Allahumma sholli ‘ala Muhammad
SEMOGA TUBUHMU MENJADI PENGHALANG API NERAKA YANG MENYULUT TUBUHKU
Sabtu, 28 Februari 2009
“ Bunda......... mas Fakhri nakal. Tadi nginjak kaki adik tapi tidak mau di balas. Trus tadi juga ngejek orang yang minta-minta! “ tangis Ayyash
“ Coba panggilkan mas Fakhri untuk Bunda !” pinta bunda Ayyash
Setelah mereka berkumpul di taman belakang rumah, bunda memulai percakapan.
“ Mas Fakhri dan dek Ayyash pernah mendengar kisah tentang Rasulullah dan Ukasyah bin Muhsin ? “ tanya Bunda dengan lembut
“ Belum, Bunda! “ jawab mereka berdua serempak.
“ Ok...Bunda bagi-bagi cerita ya!” bunda memulai ceritanya
“ Setelah kurang lebih 22 tahun Rasulullah menyiarkan Islam, menyeru kebenaran, menerangi hati manusia yang berada dalam kegelapan dan kesesatan serta menyempurnakan agama terdahulu, akhirnya pada hari Jum’at ketika Rasulullah sedang berada di padang Arofah untuk melakukan Hajjatul Wada’ (Haji perpisahan) maka turunlah wahyu terakhir surat Al Maidah ayat 3 yang berbunyi “ ....Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Kucukupkan nikmat Ku atasmu dan Aku ridho Islam sebagai agamamu ”. menerima ayat tersebut Rasulullah merasa lemas, kemudian beliau menyandarkan tubuhnya sambil mendengar Malaikat Jibril berkata:
“ Ya Muhammad, hari ini telah sempurnalah urusan agamamu dan selesailah apa yang diperintah dan dilarang oleh Robbmu. Maka kumpulkanlah sahabat-sahabatmu dan kabarkanlah kepada mereka bahwa aku tidak akan turun lagi sesudah hari ini.”
“ Bunda, Rasulullah sedih dong tidak bisa bertemu Malaikat Jibril lagi ? “ tanya Ayyash
“ Saangat sedih, karena selain berpisah dengan Malaikat Jibril, Rasulullah juga harus berpisah dengan sahabat dan ummat yang sangat dicintainya.” papar Bunda.
“ Bunda lanjutkan ya....
Sepulang dari Mekah, Rasulullah segera mengumpulkan para sahabat, kemudian menyampaikan turunnya ayat tersebut dan pesan Jibril kepada Beliau. Beliau juga menyampaikan, dengan turunnya ayat tersebut mengisyaratkan bahwa perpisahan Beliau dengan para sahabat sudah dekat..
Mendengar keterangan dari Rasulullah tersebut para sahabat menangis sejadi-jadinya. Mereka sangat sedih karena akan berpisah dengan Rasulullah, pembawa rahmat bagi mereka.”
“ Bunda, memangnya Rasulullah mau pergi ke mana kok mau berpisah dengan para sahabatnya? “ tanya Ayyash penuh semangat.
“ Berpisah bukan karena Rasulullah mau pergi, Ayyash! Tapi berpisah karena maut. Rasulullah mau meninggal, sayang! ” jawab Bunda dengan penuh sayang.
“ Bunda, Rasulullah kan disayang Allah, kok Allah mau mencabut nyawa Rasulullah? “ tanya Fakhri penasaran
“ Fakhri yang sholih, itulah pelajaran dari Allah untuk kita yang mengajarkan bahwa Rasulullah itu juga manusia, bukan malaikat, jadi Rasulullah bisa juga meninggal.” papar Bunda
“ Bunda lanjutkan ya...!
Kemudian Rasulullah mengutus Bilal untuk mengumandangkan Adzan, memanggil umat Islam untuk sholat jama’ah.”
“ Mas Fakhri tahu siapa Bilal itu ? “ tanya Bunda
“ Belum tahu, siapa Bunda ? “ tanya Fakhri
“ Bilal itu dulunya adalah Budak hitam, kalau sekarang disebutnya pembantu. Tapi setelah Bilal masuk Islam, Rasulullah tidak pernah membeda-bedakan dengan sahabat Rasulullah yang lain yang bukan budak. Bilal dan sahabat yang lain dianggap sama. Rasulullah tidak pernah mengejeknya juga. Bahkan Rasulullah memuliakan Bilal dengan meminta Bilal sebagai muadzin Rasulullah. Yang paling mulia di sisi Allah bukan karena kita lebih kaya atau lebih pintar tapi karena kita lebih taqwa. Naah..mas Fakhri masih suka mengejek orang lain ? masih suka mengejek peminta-minta yang lewat di depan rumah kita?” tanya bunda lagi.
“ Tidak lagi Bunda! Fakhri janji akan berlaku baik kepada siapapun! “ janji Fakhri
“ Kemudian.....” Bunda melanjutkan
Setelah sholat berjama’ah bersama sahabat Muhajirin dan Anshar, Rasulullah naik mimbar. Rasulullah memanjatkan puja-puji bagi Allah kemudian bersabda: “ Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya aku adalah Rasulullahmu, penasihatmu, yang mengajakmu ke jalan Allah dengan ijin-Nya. Sesungguhnya aku adalah saudaramu, seperti saudara sekandung dan sebapak yang saling mengasihi. Karena itu, siapa yang pernah kusakiti, balaslah hari ini sebelum hari Kiamat.”
Rasulullah minta kerelaan hati kepada yang pernah disakiiti agar membalasnya sesuai dengan apa yang pernah dirasakan. Dalam hukum Islam balasan setimpal disebut dengan Qishas.
“ Mas Fakhri dengan dek Ayyash saudaraan tidak ? “ tanya Bunda
“ Saudara sekandung, Bunda !” jawab Fakhri dan Ayyash kompak.
“ Berarti harus saling sayang dong....! Rasulullah saja menganggap teman-temannya saja seperti saudara sekandung. Rasulullah sangat sayang kepada mereka hingga merasa takut jika harus menyakiti mereka. Ya...kan? “ bunda minta kesepakatan.
“ Ya ...Bunda! Maafin mas Fakhri ya dek, tadi sudah sengaja menginjak kakimu. Dimaafin dong! “ pinta Fakhri diikuti anggukan penerimaan maaf dari Ayyash. Bunda pun tersenyum melihat rukunnya mereka berdua. Kemudian Bunda melanjutkan ceritanya...
“ setelah Rasulullah tanya siapa yang pernah disakiti oleh beliau dan ingin membalasnya dipersilkan untuk membalas hari itu, namun tidak ada satupun yang hadir saat itu berdiri menuntut Qishash kepada Rasulullah, Rasulullah kembali mengulang penawarannya sampai 3 kali agar kaumnya tidak segan-segan untuk melakukannya.
Akhirnya.................Ukasyah bin Muhsin mendekati Rasulullah dan berkata sambil didengarkan semua orang yang hadir di situ: “ Sebenarnya aku enggan dan tidak sampai hati seandainya Rasulullah tidak menganjurkannya sampai berulang kali. Aku terpaksa memberanikan diri berdiri di sini untuk menceritakan apa yang pernah kualami atas perlakuan Rasulullah dalam perang Badar. Ketika itu untaku mendekati unta Rasulullah dan aku turun agar bisa mencium pahamu. Tapi kemudian Rasulullah mengangkat cambuk sehingga aku terkena cambuk itu. Bagian pinggangku yang terkena. Aku tidak tahu dan tidak berfikir apakah pada waktu itu Rasulullah sengaja memukulku atau memukul untanya tetapi yang jelas aku terkena cambuk Rasulullah. “
“ Apakah mungkin aku mencambukmu, hai Ukasyah?” tanya Rasulullah. Kemudian Beliau memerintahkan Bilal untuk mengambil cambuk di rumah Fatimah, anak perempuan Rasulullah. Saat Bilal mengambil cambuk di rumah Fatimah, Fatimah menjadi heran dan bertanya : “ Untuk apa Rasulullah mengambil cambuk ini? “
“ Rasulullah hendak melakukan Qishas.” Jawab Bilal
“ Siapakah orang yang sampai hati menuntut qishash kepada Rasulullah, ayahku ? “ bisik Fatimah dalam hati.
Setiba di masjid, Bilal memberikan cambuk tersebut kepada Rasulullah. Beliau kemudian menyerahkan cambuk itu kepada sahabatnya Ukasyah agar segera melakukan qishash berupa cambukan balasan kepada Rasulullah. Melihat Ukasyah berdiri memegang cambuk dan siap memukul pinggang Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khotob mencegahnya.
“ Wahai Ukasyah, terimakan qishash itu pada diriku. Aku tak sampai hati dirimu menempelkan cambuk itu pada punggung Rasulullah! ‘ kata Abu Bakar
“ Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukan dan pengorbananmu.” ujar Rasulullah.
Merasa tersinggung dengan sikap Ukasyah dan didorong kesetiaannya kepada Rasulullahnya, Ali bin Abi Tholib, menantu Rasulullah pun berdiri sembari berkata: “ Wahai Ukasyah, engkau tahu aku masih hidup di samping Beliau. Bila engkau tetap nekad dan berkeras hati membalas cambukan kepada Rasulullah, ini perutku, dadaku atau punggungku. Silakan pilih mana yang kau suka dan cambuklah sekuat tenagamu.” ucap Ali serasa menyodorkan bagian tubuhnya siap menerima cambukan.
Melihat kejadian tersebut Rasulullah berkata : “ Wahai Ali, aku telah mengetahui kedudukan dan pengorbananmu, karena itu duduklah.“
Hasan dan Husain, cucu Rasulullah ikut membela. Dengan nada keras cucu Rasulullah itu berkata: “ Engkau tahu Ukasyah, bahwa kami adalah cucu-cucu Rasulullah yang masih ada hubungan darah dengan Beliau. Jika engkau mau membalas qishash pada kami itu sama saja dengan engkau menerima qishash dari Rasulullah. Maka cambuklah kami! ” pinta mereka.
“ Duduklah engkau berdua, cambuklah, wahai Ukasyah jika memang benar aku telah memukulmu “.
“ Bunda....bunda.... Berarti, Abu Bakar, Umar, Ali dan Hasan Husain benar-benar ksatria ya? Mereka sangat cinta kepada Rasulullah. Tidak rela jika Rasulullah disakiti sedikitpun.” Seru Fakhri dengan semangatnya.
“ Yap...kita sebagai ummat Rasulullah Muhammad harus mentauladani sifat sahabat tersebut. Melakukan pembelaan jika Rasulullah kita dilecehkan, dihinakan atau disakiti secara tidak langsung. “ jawab Bunda tegas.
“ Bunda lanjutkan.....ternyata ada permintaan lain lagi dari Ukasyah. Ukasyah berkata : “ Ya , Rasulullah, dulu cambuk Rasulullah mengenai punggungku yang terbuka.”
Sesuai dengan permintaan Ukasyah, Rasulullah membuka bajunya sehingga nampaklah punggungnya yang putih bersih. Ukasyah kemudian berjalan mendekati Rasulullah. Adegan itu disaksikan oleh para sahabat dengan menundukkan kepala serta air matanya menetes. Mereka menahan nafas menanti peristiwa yang akan terjadi di saat mendekati akhir kehidupan Rasulullah.
Ketika berada di dekat Rasulullah dan melihat punggung Beliau yang putih bersih, Ukasyah langsung memeluk pinggang Rasulullah dan menciuminya sepuas hati sambil berkata : “ Siapa orangnya yang sampai hati menerima qishash darimu, ya Rasulullah.”
Kini perasaan tegang itu berubah menjadi haru. Semua sahabat menarik nafas lagi melihat sikap Ukasyah yang tiba-tiba berubah. Ukasyah berkata lagi: “ Maksudku, aku hanya ingin agar tubuhku menempel pada tubuhmu, ya Rasulullah. Semoga tubuhmu menjadi penghalang api neraka yang menyulut tubuhku. “
Setelah suasana reda, sambil menunjuk kepada Ukasyah, Rasulullah berkata : “ Ketahuilah, bahwa siapa yang ingin melihat ahli syurga, maka lihatlah orang ini.”
Mendengar kata Rasulullah, para sahabat beramai-ramai memeluk tubuh Beliau sambil mencurahkan isak tangisnya. Kepada Ukasyah mereka berkata: “Berbahagialah engkau, yang telah menerima derajat yang tinggi. Dan engkau kelak mendampingi Rasulullah di syurga. Ya Allah mudahkanlah kami menerima syafaatnya karena kemuliaan dan keagunganmu. Begitu ceritanya...Jadi, hikmah apa saja yang dapat kita ambil dari kisah di atas ?” tanya Bunda .
“ Pertama, bahwa para sahabat sangat mencintai Rasulullah dan sangat bersedih mengingat akan berpisah dengan Rasulullah.” Jawab Fakhri
“ Kedua, bahwa Rasulullah bisa meninggal karena Rasulullah adalah manusia, betul Bunda ?” tanya Ayyash
“ Betul....” jawab Bunda singkat
“ Ketiga, Rasulullah menghormati semua orang dan tidak membeda-bedakan orang.” Bunda ikut jawab
“ Keempat, Rasulullah mengasihi sahabatnya seperti mengasihi saudaranya sekandung. Dan yang kelima, balasan setimpal atau qishash itu dibolehkan dalam agama Islam.” Fakhri melanjutkan
“ Keenam, sebagai umat Islam kita harus membela Rasulullah kita apalagi kalau ada yang menghina atau melecehkan Rasulullah kita, betul Bunda ? “ lanjut Fakhri lagi
“ Betul betul betul...sangat betul ! ” sahut Ayyash membenarkan ucapan kakaknya. Bundapun tersenyum mengangguk.
“ Terakhir, kita semua harus mencontoh Rasulullah Muhammad dan para sahabat dalam bergaul. Yang tidak kalah penting yaitu kita sebagai umat Islam tidak boleh saling menyakiti .
“ Coba panggilkan mas Fakhri untuk Bunda !” pinta bunda Ayyash
Setelah mereka berkumpul di taman belakang rumah, bunda memulai percakapan.
“ Mas Fakhri dan dek Ayyash pernah mendengar kisah tentang Rasulullah dan Ukasyah bin Muhsin ? “ tanya Bunda dengan lembut
“ Belum, Bunda! “ jawab mereka berdua serempak.
“ Ok...Bunda bagi-bagi cerita ya!” bunda memulai ceritanya
“ Setelah kurang lebih 22 tahun Rasulullah menyiarkan Islam, menyeru kebenaran, menerangi hati manusia yang berada dalam kegelapan dan kesesatan serta menyempurnakan agama terdahulu, akhirnya pada hari Jum’at ketika Rasulullah sedang berada di padang Arofah untuk melakukan Hajjatul Wada’ (Haji perpisahan) maka turunlah wahyu terakhir surat Al Maidah ayat 3 yang berbunyi “ ....Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Kucukupkan nikmat Ku atasmu dan Aku ridho Islam sebagai agamamu ”. menerima ayat tersebut Rasulullah merasa lemas, kemudian beliau menyandarkan tubuhnya sambil mendengar Malaikat Jibril berkata:
“ Ya Muhammad, hari ini telah sempurnalah urusan agamamu dan selesailah apa yang diperintah dan dilarang oleh Robbmu. Maka kumpulkanlah sahabat-sahabatmu dan kabarkanlah kepada mereka bahwa aku tidak akan turun lagi sesudah hari ini.”
“ Bunda, Rasulullah sedih dong tidak bisa bertemu Malaikat Jibril lagi ? “ tanya Ayyash
“ Saangat sedih, karena selain berpisah dengan Malaikat Jibril, Rasulullah juga harus berpisah dengan sahabat dan ummat yang sangat dicintainya.” papar Bunda.
“ Bunda lanjutkan ya....
Sepulang dari Mekah, Rasulullah segera mengumpulkan para sahabat, kemudian menyampaikan turunnya ayat tersebut dan pesan Jibril kepada Beliau. Beliau juga menyampaikan, dengan turunnya ayat tersebut mengisyaratkan bahwa perpisahan Beliau dengan para sahabat sudah dekat..
Mendengar keterangan dari Rasulullah tersebut para sahabat menangis sejadi-jadinya. Mereka sangat sedih karena akan berpisah dengan Rasulullah, pembawa rahmat bagi mereka.”
“ Bunda, memangnya Rasulullah mau pergi ke mana kok mau berpisah dengan para sahabatnya? “ tanya Ayyash penuh semangat.
“ Berpisah bukan karena Rasulullah mau pergi, Ayyash! Tapi berpisah karena maut. Rasulullah mau meninggal, sayang! ” jawab Bunda dengan penuh sayang.
“ Bunda, Rasulullah kan disayang Allah, kok Allah mau mencabut nyawa Rasulullah? “ tanya Fakhri penasaran
“ Fakhri yang sholih, itulah pelajaran dari Allah untuk kita yang mengajarkan bahwa Rasulullah itu juga manusia, bukan malaikat, jadi Rasulullah bisa juga meninggal.” papar Bunda
“ Bunda lanjutkan ya...!
Kemudian Rasulullah mengutus Bilal untuk mengumandangkan Adzan, memanggil umat Islam untuk sholat jama’ah.”
“ Mas Fakhri tahu siapa Bilal itu ? “ tanya Bunda
“ Belum tahu, siapa Bunda ? “ tanya Fakhri
“ Bilal itu dulunya adalah Budak hitam, kalau sekarang disebutnya pembantu. Tapi setelah Bilal masuk Islam, Rasulullah tidak pernah membeda-bedakan dengan sahabat Rasulullah yang lain yang bukan budak. Bilal dan sahabat yang lain dianggap sama. Rasulullah tidak pernah mengejeknya juga. Bahkan Rasulullah memuliakan Bilal dengan meminta Bilal sebagai muadzin Rasulullah. Yang paling mulia di sisi Allah bukan karena kita lebih kaya atau lebih pintar tapi karena kita lebih taqwa. Naah..mas Fakhri masih suka mengejek orang lain ? masih suka mengejek peminta-minta yang lewat di depan rumah kita?” tanya bunda lagi.
“ Tidak lagi Bunda! Fakhri janji akan berlaku baik kepada siapapun! “ janji Fakhri
“ Kemudian.....” Bunda melanjutkan
Setelah sholat berjama’ah bersama sahabat Muhajirin dan Anshar, Rasulullah naik mimbar. Rasulullah memanjatkan puja-puji bagi Allah kemudian bersabda: “ Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya aku adalah Rasulullahmu, penasihatmu, yang mengajakmu ke jalan Allah dengan ijin-Nya. Sesungguhnya aku adalah saudaramu, seperti saudara sekandung dan sebapak yang saling mengasihi. Karena itu, siapa yang pernah kusakiti, balaslah hari ini sebelum hari Kiamat.”
Rasulullah minta kerelaan hati kepada yang pernah disakiiti agar membalasnya sesuai dengan apa yang pernah dirasakan. Dalam hukum Islam balasan setimpal disebut dengan Qishas.
“ Mas Fakhri dengan dek Ayyash saudaraan tidak ? “ tanya Bunda
“ Saudara sekandung, Bunda !” jawab Fakhri dan Ayyash kompak.
“ Berarti harus saling sayang dong....! Rasulullah saja menganggap teman-temannya saja seperti saudara sekandung. Rasulullah sangat sayang kepada mereka hingga merasa takut jika harus menyakiti mereka. Ya...kan? “ bunda minta kesepakatan.
“ Ya ...Bunda! Maafin mas Fakhri ya dek, tadi sudah sengaja menginjak kakimu. Dimaafin dong! “ pinta Fakhri diikuti anggukan penerimaan maaf dari Ayyash. Bunda pun tersenyum melihat rukunnya mereka berdua. Kemudian Bunda melanjutkan ceritanya...
“ setelah Rasulullah tanya siapa yang pernah disakiti oleh beliau dan ingin membalasnya dipersilkan untuk membalas hari itu, namun tidak ada satupun yang hadir saat itu berdiri menuntut Qishash kepada Rasulullah, Rasulullah kembali mengulang penawarannya sampai 3 kali agar kaumnya tidak segan-segan untuk melakukannya.
Akhirnya.................Ukasyah bin Muhsin mendekati Rasulullah dan berkata sambil didengarkan semua orang yang hadir di situ: “ Sebenarnya aku enggan dan tidak sampai hati seandainya Rasulullah tidak menganjurkannya sampai berulang kali. Aku terpaksa memberanikan diri berdiri di sini untuk menceritakan apa yang pernah kualami atas perlakuan Rasulullah dalam perang Badar. Ketika itu untaku mendekati unta Rasulullah dan aku turun agar bisa mencium pahamu. Tapi kemudian Rasulullah mengangkat cambuk sehingga aku terkena cambuk itu. Bagian pinggangku yang terkena. Aku tidak tahu dan tidak berfikir apakah pada waktu itu Rasulullah sengaja memukulku atau memukul untanya tetapi yang jelas aku terkena cambuk Rasulullah. “
“ Apakah mungkin aku mencambukmu, hai Ukasyah?” tanya Rasulullah. Kemudian Beliau memerintahkan Bilal untuk mengambil cambuk di rumah Fatimah, anak perempuan Rasulullah. Saat Bilal mengambil cambuk di rumah Fatimah, Fatimah menjadi heran dan bertanya : “ Untuk apa Rasulullah mengambil cambuk ini? “
“ Rasulullah hendak melakukan Qishas.” Jawab Bilal
“ Siapakah orang yang sampai hati menuntut qishash kepada Rasulullah, ayahku ? “ bisik Fatimah dalam hati.
Setiba di masjid, Bilal memberikan cambuk tersebut kepada Rasulullah. Beliau kemudian menyerahkan cambuk itu kepada sahabatnya Ukasyah agar segera melakukan qishash berupa cambukan balasan kepada Rasulullah. Melihat Ukasyah berdiri memegang cambuk dan siap memukul pinggang Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khotob mencegahnya.
“ Wahai Ukasyah, terimakan qishash itu pada diriku. Aku tak sampai hati dirimu menempelkan cambuk itu pada punggung Rasulullah! ‘ kata Abu Bakar
“ Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukan dan pengorbananmu.” ujar Rasulullah.
Merasa tersinggung dengan sikap Ukasyah dan didorong kesetiaannya kepada Rasulullahnya, Ali bin Abi Tholib, menantu Rasulullah pun berdiri sembari berkata: “ Wahai Ukasyah, engkau tahu aku masih hidup di samping Beliau. Bila engkau tetap nekad dan berkeras hati membalas cambukan kepada Rasulullah, ini perutku, dadaku atau punggungku. Silakan pilih mana yang kau suka dan cambuklah sekuat tenagamu.” ucap Ali serasa menyodorkan bagian tubuhnya siap menerima cambukan.
Melihat kejadian tersebut Rasulullah berkata : “ Wahai Ali, aku telah mengetahui kedudukan dan pengorbananmu, karena itu duduklah.“
Hasan dan Husain, cucu Rasulullah ikut membela. Dengan nada keras cucu Rasulullah itu berkata: “ Engkau tahu Ukasyah, bahwa kami adalah cucu-cucu Rasulullah yang masih ada hubungan darah dengan Beliau. Jika engkau mau membalas qishash pada kami itu sama saja dengan engkau menerima qishash dari Rasulullah. Maka cambuklah kami! ” pinta mereka.
“ Duduklah engkau berdua, cambuklah, wahai Ukasyah jika memang benar aku telah memukulmu “.
“ Bunda....bunda.... Berarti, Abu Bakar, Umar, Ali dan Hasan Husain benar-benar ksatria ya? Mereka sangat cinta kepada Rasulullah. Tidak rela jika Rasulullah disakiti sedikitpun.” Seru Fakhri dengan semangatnya.
“ Yap...kita sebagai ummat Rasulullah Muhammad harus mentauladani sifat sahabat tersebut. Melakukan pembelaan jika Rasulullah kita dilecehkan, dihinakan atau disakiti secara tidak langsung. “ jawab Bunda tegas.
“ Bunda lanjutkan.....ternyata ada permintaan lain lagi dari Ukasyah. Ukasyah berkata : “ Ya , Rasulullah, dulu cambuk Rasulullah mengenai punggungku yang terbuka.”
Sesuai dengan permintaan Ukasyah, Rasulullah membuka bajunya sehingga nampaklah punggungnya yang putih bersih. Ukasyah kemudian berjalan mendekati Rasulullah. Adegan itu disaksikan oleh para sahabat dengan menundukkan kepala serta air matanya menetes. Mereka menahan nafas menanti peristiwa yang akan terjadi di saat mendekati akhir kehidupan Rasulullah.
Ketika berada di dekat Rasulullah dan melihat punggung Beliau yang putih bersih, Ukasyah langsung memeluk pinggang Rasulullah dan menciuminya sepuas hati sambil berkata : “ Siapa orangnya yang sampai hati menerima qishash darimu, ya Rasulullah.”
Kini perasaan tegang itu berubah menjadi haru. Semua sahabat menarik nafas lagi melihat sikap Ukasyah yang tiba-tiba berubah. Ukasyah berkata lagi: “ Maksudku, aku hanya ingin agar tubuhku menempel pada tubuhmu, ya Rasulullah. Semoga tubuhmu menjadi penghalang api neraka yang menyulut tubuhku. “
Setelah suasana reda, sambil menunjuk kepada Ukasyah, Rasulullah berkata : “ Ketahuilah, bahwa siapa yang ingin melihat ahli syurga, maka lihatlah orang ini.”
Mendengar kata Rasulullah, para sahabat beramai-ramai memeluk tubuh Beliau sambil mencurahkan isak tangisnya. Kepada Ukasyah mereka berkata: “Berbahagialah engkau, yang telah menerima derajat yang tinggi. Dan engkau kelak mendampingi Rasulullah di syurga. Ya Allah mudahkanlah kami menerima syafaatnya karena kemuliaan dan keagunganmu. Begitu ceritanya...Jadi, hikmah apa saja yang dapat kita ambil dari kisah di atas ?” tanya Bunda .
“ Pertama, bahwa para sahabat sangat mencintai Rasulullah dan sangat bersedih mengingat akan berpisah dengan Rasulullah.” Jawab Fakhri
“ Kedua, bahwa Rasulullah bisa meninggal karena Rasulullah adalah manusia, betul Bunda ?” tanya Ayyash
“ Betul....” jawab Bunda singkat
“ Ketiga, Rasulullah menghormati semua orang dan tidak membeda-bedakan orang.” Bunda ikut jawab
“ Keempat, Rasulullah mengasihi sahabatnya seperti mengasihi saudaranya sekandung. Dan yang kelima, balasan setimpal atau qishash itu dibolehkan dalam agama Islam.” Fakhri melanjutkan
“ Keenam, sebagai umat Islam kita harus membela Rasulullah kita apalagi kalau ada yang menghina atau melecehkan Rasulullah kita, betul Bunda ? “ lanjut Fakhri lagi
“ Betul betul betul...sangat betul ! ” sahut Ayyash membenarkan ucapan kakaknya. Bundapun tersenyum mengangguk.
“ Terakhir, kita semua harus mencontoh Rasulullah Muhammad dan para sahabat dalam bergaul. Yang tidak kalah penting yaitu kita sebagai umat Islam tidak boleh saling menyakiti .
Ya Rosul shollu wa salam ‘alaika
By: I Roselina Z Fuad
By: I Roselina Z Fuad
Langganan:
Postingan (Atom)